Sebanyak 2.366 benda bersejarah berupa mangkok dan piring yang ditaksir bernilai Rp47 miliar ditemukan secara ilegal di dasar laut perairan Cirebon diamankan petugas Pangkalan TNI Angkatan Laut (Lanal) Cirebon. Komandan Lanal (Danlanal) Cirebon, Letkol (P) Deny Septiana, mengatakan bahwa harta karun yang ditemukan dari dua kapal tanpa awak yaitu KLM Alini Jaya dan KLM Asli pada bulan Juli tahun lalu tersebut rencananya akan diserahkan ke Panitia Nasional Barang Muatan Kapal Tenggelam (Pannas BMKT) besok. “Jumlahnya sebanyak 2.366 item dan akan kami serahkan ke Pannas BMKT besok Selasa,” kata Deny di Mako Lanal Cirebon, Senin (29/3).
Dari jumlah tersebut, lanjut Deny, pihaknya akan melakukan pemilahan barang-barang yang akan dijadikan sebagai barang bukti dan untuk disimpan serta kelestarian. Selain itu untuk kasus pengambilan barang kuno secara ilegal tersebut katanya akan ditangani langsung oleh pihak Bareskrim Polri.
Disebutkan Deny, nilai satu buah mangkok yang ternyata merupakan peninggalan dari Dinasti Ming tersebut bisa mencapai harga Rp20 juta sehingga dengan jumlahnya mencapai 2.366 item maka bisa ditaksir nilai totalnya mencapai Rp47,3 miliar. “Ada seorang kolektor yang berani membeli satu item barang kuno tersebut seharga Rp20 juta. Jika dikalikan jumlah semuanya bisa mencapai Rp47,3 miliar,” katanya.
Pada bulan Juli 2009 petugas patroli TNI AL mencurigai kapal tanpa awak yang mengapung di perairan sekitar Ciasem Blanakan Kabupaten Subang Jawa Barat. Dari dalam kapal tersebut petugas menemukan ribuan benda kuno berupa mangkok dan piring peninggalan Dinasti Ming.
Mengenai kemungkinan harta karun lain yang terpendam di sekitar perairan Cirebon, Deny meyakini hal tersebut bisa terjadi. TNI Angkatan Laut berencana mengonsentrasikan pengamanan di wilayah perairan Subang menyusul adanya rencana pengangkatan Benda Berharga Muatan Asal Kapal Tenggelam (BMKT) di sekitar Blanakan, Kabupaten Subang. “Informasi yang kami peroleh, PT Comexindo yang sudah memperoleh izin pengangkatan BMKT di wilayah perairan Subang, akan mulai melakukan pengangkatan minggu-minggu ini,” ungkat Komandan Pangkalan TNI AL (Lanal) Cirebon Letkol Deni Septiana, Sabtu (3/4/2010).
Ia mengatakan, pengamanan dilakukan untuk mengantisipasi adanya kemungkinan pengangkatan BMKT secara ilegal oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. “Ribuan piring dan mangkok yang diduga peninggalan dinasti Ming sudah berhasil diangkat dari perairan Blanakan beberapa waktu lalu, dan diperkirakan masih ada satu jutaan item lagi yang belum terangkat,” ungkap Deni.
Benda-benda yang diperkirakan merupakan bekas peninggalan abad ke-10 tersebut bentuknya tidak hanya mangkok dan piring saja, tetap ada jenis-jenis benda lainnya seperti guci dan tidak menutup kemungkinan adanya logam mulia. Untuk mengamankan perairan Blanakan tersebut sedikitnya tiga kapal akan siagakan.
Menurut Danlanal, periran utara pulau Jawa, khusunya perairan Cirebon sudah sejak lama dikenal sebagai tempat perburuan liar harta karun atau BMKT. Perburuan tidak hanya dilakukan oleh penyelam tradisional dan nelayan lokal dengan peralatan yang sederhana, tetapi diduga melibatkan sindikat internasional. “Perairan Cirebon menjadi lahan perburuan bagi pencari harta karun dari seluruh dunia,” kata Deni. Sebelumnya, penemuan harta karun berupa ribuan keramik jenis mangkok dan piring di perairan Blanakan Subang dinilai sebagi kegiatan ilegal karena dilakukan pihak yang tidak mengantongi izin eksplorasi maupun pengangkatan di perairan tersebut.
Sementara itu Komandan Pangkalan TNI AL (Danlanal) Cirebon , Letkol (P) Deny Septiana meluruskan tentang kronologis terungkapnya penemuan harta karun ilegal tersebut. Dijelaskan Deny pengamanan benda-benda sejarah tersebut dilakukan berdasarkan adanya laporan dari PT Komexindo, perusahaan eksplorasi bawah laut. “Kami mendapat informasi dari PT Komeksindo tentang adanya bongkar muat benda-benda bersejarah dari kapal KMN Asli dan KMN Alini Jaya pada tanggal 30 Juni 2009. Kemudian ditindak lanjuti, ternyata benar kami menemukan 2.336 buah benda yang sudah dikemas dalam puluhan kardus siap kirim,” kata Deny.
Namun dari kapal tersebut, lanjut Deny, pihaknya tidak mendapatkan awak maupun pemiliknya sehingga sebagai langkah awal puluhan dus benda bersejarah tersebut diamankan di Mako Lanal Cirebon.Sebagai langkah selanjutnya atas penanganan benda-benda cagara budaya tersebut, lanjutnya, untuk saat ini sedang dilakukan klasifikasi untuk selanjutnya dikirim ke Pannas BMKT. “Hari ini sedang ditangani oleh pihak dari Kemenbudpar dan selanjutnya besok (31/3) akan diserahkan ke Panitia Nasional BMKT, sedangkan kasus penemuan benda cagar budaya ilegal tersebut akan ditangani oleh pihak Bareskrim Mabes Polri untuk mengusut siapa pihak yang bertanggung jawab atas temuan tersebut,” tegas Deny.
Lelang harta Karun
Ribuan potong batu permata, rubi, emas, dan keramik Kerajaan Tiongkok, serta perkakas gelas Kerajaan Persia senilai lebih kurang Rp 720 miliar dilelang di Jakarta, Rabu (5/5/2010). Harta karun itu ditemukan dari bangkai kapal berusia 1.000 tahun di perairan Cirebon, Jawa Barat.
Luc Heymans, seorang pemburu harta karun bawah laut, mengatakan, itu merupakan temuan terbesar di Asia yang setara dengan temuan harta kapal jenis Galeon Spanyol Atocha yang tenggelam di perairan Florida, Amerika Serikat, tahun 1622, yang menggegerkan dunia. Demikian disebutkan kantor berita AFP, Minggu. Harta karun di perairan Cirebon itu semula ditemukan tersangkut jaring nelayan.”Temuan ini berasal dari sekitar tahun 976 Masehi. Ketika itu, perdagangan dan pelayaran antara Jazirah Arab-India-Sumatera dan Jawa sangat ramai,” tutur Heymans.
Menurut Heymans, diduga ada pejabat tinggi Kerajaan Tiongkok yang menumpang kapal bermuatan harta karun yang ditemukan itu. Pasalnya, kapal yang belum diketahui namanya itu memuat banyak keramik khusus milik Kerajaan Tiongkok.
Heymans dan tim menyelam sebanyak 22.000 kali untuk mengangkut harta dengan jumlah 11.000 mutiara, 4.000 rubi, 400 safir merah, dan 2.200 batu akik merah. Selain itu, ditemukan pula vas terbesar dari Dinasti Liao (907-1125 Masehi) dan keramik Yue dari era lima dinasti (907-960) dengan warna yang khusus digunakan untuk perkakas kekaisaran. Harta karun itu diangkat dari dasar laut sejak Februari 2004 hingga Oktober 2005.
Pelaksana Tugas Direktur Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Sudirman Saad, yang juga Sekretaris Jenderal Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga asal Muatan Kapal Tenggelam, yang berada di Ambon, Minggu, mengatakan, pelelangan untuk 271.381 keping benda berharga muatan kapal tenggelam yang diangkat dari perairan Cirebon dilakukan pada 5 Mei 2010. Pelelangan dilakukan melalui Kantor Piutang Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta III dan terbuka untuk pasar internasional. Koleksi artefak itu berasal dari era lima dinasti Tiongkok yang hanya berkuasa selama 53 tahun, meliputi Dinasti Liang (907-923), Tang (923-936), Jin (936-947), Han (947-951), dan Zhou (951-960). Selain itu, ditemukan juga artefak kerajinan gelas berasal dari Kerajaan Sasanian (Persia) dan Rock Crystal peninggalan Dinasti Fatimiyah (909-1711) yang berpusat di Mesir modern.
Hasil pelelangan benda berharga itu diharapkan mencapai 100 juta dollar AS, dibagi rata antara pemerintah dan perusahaan yang melakukan eksplorasi. Pengangkatan benda berharga muatan kapal tenggelam di Cirebon yang berlangsung sejak Februari 2004 hingga Oktober 2005 itu dilakukan oleh PT Paradigma Putra Sejahtera bekerja sama dengan Cosmix Underwater Research Ltd dengan izin Pemerintah Indonesia.
Lelang harta karun atau tepatnya benda cagar budaya hasil pengangkatan dari kapal karam kuno di laut Jawa utara Cirebon, Rabu (5/5/2010), merupakan konsekuensi dari izin yang telah diberikan pemerintah. Karena benda cagar budaya atau BCB merupakan kekayaan bangsa Indonesia dan menurut UU dikuasai oleh negara, lelang diharuskan berlangsung di balai lelang pemerintah dan 50 persen dari hasil lelang diperuntukkan bagi pemerintah dan harus disetor ke kas negara. “Izin pengangkatan di era Presiden Soeharto dilatari oleh ulah Berger Michael Hatcher yang telah banyak mengambil harta karun dari peninggalan arkeologis bawah laut Indonesia secara ilegal. Hatcher yang warga negara Australia kelahiran Inggris tahun 1940 itu tak mau bagi hasil lelang sehingga Presiden RI menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 49 Tahun 1985 tentang Izin Survei dan Pengangkatan,” kata Direktur Peninggalan Bawah Air Direktorat Sejarah dan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Surya Helmi menjawab Kompas, Senin (3/5/2010) malam.
Surya Helmi melukiskan, Hatcher pernah antara lain melelang 225 batang emas dan 160.000 potong keramik di balai lelang Christie di Amsterdam tahun 1985. Hasil jarahan Hatcher itu bernilai sekitar 16 juta dollar AS. Surya Helmi menjelaskan, daripada Indonesia tak mendapatkan apa-apa, terbitlah keppres yang mengizinkan survei dan pengangkatan. Karena investor telah keluar uang relatif besar, maka izin lelang juga dikeluarkan pemerintah melalui Menteri Keuangan. Investor baru mengantongi izin lelang akhir tahun 2009, sementara pengangkatan telah selesai 2005/2006.
Proses izin lelang baru keluar karena selain menunggu terbitnya Keputusan Menkeu, yaitu Kepmen Keuangan No 184/PMK.06/2009 tentang Tatacara Penetapan Status Penggunaan dan Penjualan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam (BMKT), juga karena pemerintah melakukan kajian terhadap benda-benda cagar budaya yang akan dilelang. Keppres No 49/1985 kemudian diperbarui dengan Keppres Nomor 19 Tahun 2009 tentang Kepanitiaan Nasional BMKT. Sebelum pelelangan ini, pemerintah punya kesempatan pertama memilih tiap-tiap jenis temuan BCB untuk dikoleksi demi kepentingan penelitian dengan jumlah sekitar 1.000 potong BCB. Sisanya kemudian untuk dilelang.

Surya Helmi menjelaskan, keberadaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya yang diadopsi dari undang-undang milik Belanda memberi celah untuk pihak lain dalam menguasai BCB. “Karena itu, DPR menggunakan hak inisiatif sekarang untuk merevisi UU Nomor 5 tahun 1992 tersebut. Jika DPR RI memandang tak perlu ada pengangkatan dan karena itu juga tak ada lelang BCB, maka pemerintah menyerah kepada DPR RI sekarang karena itu inisiatif DPR RI,” ungkap Surya Helmi.
Sekarang, dari sekitar 40 izin survei dan pengangkatan yang telah dikeluarkan, hanya sekitar 10 perusahaan yang sudah jalan. Yang belum jalan mungkin terkendala dana atau tenaga ahli. Untuk survei dan pengangkatan, sebuah perusahaan memerlukan dana puluhan miliar rupiah. Namun, hasilnya belum diketahui. “Maunya perusahaan untung, tapi belum tentu,” katanya “Lelang yang dilakukan Rabu besok adalah yang pertama secara resmi dilakukan oleh balai lelang pemerintah,” tambah Surya Helmi.
Hingga Selasa siang, sudah belasan pihak yang mendaftar untuk menjadi peserta lelang harta karun asal kapal tenggelam di perairan Cirebon yang akan berlangsung pada Rabu (5/5). “Saat ini ada belasan yang sudah mendaftar terdiri dari pihak museum, kolektor seni dan ada dari pihak pemerintahan asing,” kata Ir. Eddy Sudartanto, Kepala Bagian Komunikasi Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Selasa.
Eddy tidak bersedia merinci lebih jauh identitas dan nama negara yang menjadi peserta lelang tersebut. Dia mengingatkan, tujuan penggalian adalah untuk mengambil harta karun kapal karam dan penelitian ilmu pengetahuan. Kegiatan mengangkat harta karun itu dijaga sangat ketat oleh petugas. “Pengawasan sangat ketat, dari penyelaman hingga proses pengangkatan diawasi kepolisian dan TNI AL sehingga tidak ada harta satupun yang diambil,” katanya.
Ketika ditanya ANTARA News mengenai beberapa elemen masyarakat yang menolak kegiatan pelelangan tersebut, Eddy mengemukakan “pada prinsipnya tidak ada manfaatnya kalau tetap di bawah laut,” katanya. Pengangkatan harta karun kapal karam di Cirebon berlangsung dari April 2004-Oktober 2005 yang dilakukan oleh PT Paradigma Putra Sejahtera (PPS). Lelang akan dilakukan pada hari rabu tanggal 5 mei 2010 dari pukul 14.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB yang berlokasi di Ballroom gedung Mina Bahari II Kementrian kelautan dan perikanan Jl. Medan Merdeka Timur No. 16 Jakarta pusat
Dalam pelaksanaan lelang tersebut ternyata telah dianggap gagal oleh berbagai pihak. Penyebab kegagalan pelelangan pertama kali harta kapal tenggelam, yang berlangsung di Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan, Rabu di Jakarta, diduga adalah peraturan pemerintah yang mengharuskan peserta terlebih dulu menyetor uang jaminan 20 % atau 16 juta USD. “Tidak mungkin dalam sepekan peserta lelang harus mengumpulkan uang senilai 16 juta dolar diluar negeripun tidak ada,” kata Adi Agung Tirtamarta, Presiden Direktur PT Paradigma Putra Sejahtera, perusahaan swasta yang melakukan pengangkatan harta karun Cirebon.
Dia mengusulkan uang jaminan bisa diganti dalam bentuk lain. “Seharusnya bisa bunga garansi atau jaminan bank, apakah mungkin misalnya Museum Nasional Singapura memberikan dokumen palsu,” katanya. Luc Heymans, seorang warga Belgia yang telah menghabiskan 10 juta USD untuk pengangkatan harta karun itu mengeluhkan hal serupa. “Saya terkejut dengan aturan ini yang harus memberikan deposito 20 % disamping persiapan waktu yang minim,”
Para kolektor barang-barang seni Indonesia mengharapkan lelang Benda Berharga asal Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) Cirebon dapat dilakukan per unit. “Banyak sebenarnya para kolektor Indonesia yang berminat untuk memiliki artefak-artefak tersebut. Karena itu saya usulkan lelang jangan untuk pemborong saja,” kata Presiden Direktur PT Balai Lelang Indonesia, G Gunawan, usai mengikuti lelang artefak abad ke-10 di Jakarta, Rabu. Ia mengatakan sejarah perdagangan yang “diceritakan” oleh artefak-artefak yang dilelang satu lot tersebut sangat penting. Dengan memisah benda-benda berharga tersebut berarti risiko untuk kehilangan sekaligus benda-benda bersejarah tersebut dapat dihindari. Bisa saja, lanjut Gunawan, museum yang memberi satu lot artefak lima dinasti dari China tersebut mengalami musibah, dan akhirnya bukti sejarah Indonesia akan hilang tak tersisa. Menurut dia, penjualan per unit pun justru akan memberikan hasil yang lebih besar apabila dijual secara borongan.
“Jelas kalau benda-benda ini dijual borongan tidak ada kolektor Indonesia yang mampu membelinya, sisihkan lah bagi rakyat Indonesia, siapa tahu ada yang ingin menyimpan satu unit,” ujar dia. Atas tidak adanya peminat pada lelang tahap awal tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad mengatakan pemerintah akan melakukan evaluasi dan melaporkannya ke Presiden. Ia membenarkan sudah banyak pihak asing termasuk dari museum telah berminat menawar langsung kepada pemerintah. “Tentu banyak juga museum dari Singapura, Taiwan, dan China yang telah melakukan pembicaraan informal. Tapi kita coba tenangkan dulu pro dan kontra di masyarakat, baru dibicarakan lagi secara `G to G`,” katanya. Sebelumnya telah disebutkan bahwa ada 20 peminat lelang 271.000 lebih artefak BMKT Cirebon. Namun hingga malam menjelang proses lelang belum ada yang menyetorkan dana 20 persen dari 80 juta dolar AS yang dipersyaratkan. Karena itu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang pada saat lelang diinterupsi oleh aksi demo tunggal mahasiswa Universitas Indonesia bernama Aditya akan tetap menjalankan lelang sesuai peraturan yang ada.
Tidak semua artefak yang diangkat dari perairan Cirebon dilelang. Terdapat 272.372 unit artefak dan 991 unit di antaranya disimpan di museum sedangkan lainnya dilelang meski acara yang berlangsung pada Rabu 5 Mei tersebut tanpa satupun peserta. Menurut Peneliti Riset Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional, Nanik Harkantiningsih Wibisono, tidak ada perbedaan kualitas artefak yang dimuseumkan dan yang dilelang. “Kualitasnya sama saja hanya jenis dan jumlahnya yang beda, misalkan dari seratus piring kita ambil satu buat museum,” kata Nanik yang juga menjabat Staf Ahli Lelang Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan, ada lima kriteria menyangkut artefak, yang pertama adalah asal dan waktu pembuatannya. “Setiap negara pasti mempunyai ciri khas sendiri seperti China yang umumnya identik dengan gambar Naga dan pembuatannya berbeda dari dinasti satu dengan dinasti yang lain,” katanya. Selanjutnya adalah keindahan, yang dilihat dari motif dan warna seperti peninggalan botol Dynasti Liao (907-1126) yang didominasi warna putih.”Botol Dynasti Liao sangat indah berwarna putih dengan lehernya yang tinggi,” katanya.
Ketika ditanya bagaimana mengukur keindahan itu sendiri, Nanik yang juga Arkeolog mengatakan “Wah mengukur keindahan tidak bisa dibicarakan dalam sehari, saya saja arkeolog butuh 30 tahun mempelajari sebuah guci,” katanya. Kriteria ketiga adalah kelangkaan artefak, yang dilihat dari banyaknya jenis dan umur. “Kelangkaan itu dilihat dari jenis, misalnya dari seratus guci yang berlogo naga cuma ada sepuluh dan umurnya peninggalan Dynasti Liao itu langka karena mereka memerintah dalam kurun waktu yang sedikit dengan corak budaya yang unik,”katanya. Keempat, tipologi atau bentuk, misalnya bulat, pipih dan lonjong. Kriteria terakhir tapi terpenting adalah konteks, karena artefak itu memiliki nilai sejarah tersendiri. “Artefak ini memiliki sejarah yaitu peninggalan-peninggalan kapal karam China ketika melakukan kerjasama dengan kerajaan Sriwijaya,” katanya
Sebuah ruang besar berhias beberapa lampu besar dengan permadani biru menjadi saksi bisu batalnya pelelangan pertama harta karun Indonesia di gedung ballroom Mina bahari tiga di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta pada Rabu (5/5). Pelelangan pertama itu dihadiri pejabat Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik maupun masyarakat bahkan warga asing salah satunya Piere Haelterman asal Belgia. “Pelelangan ini yang pertama di Indonesia dan saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu,” ujar Haelterman sambil memegang kamera. Haelterman mengaku teman dari pemburu harta karun asal Belgia Luc Heymans, yang mengangkat barang lelang tersebut dari dasar laut perairan Cirebon.
Namun, dari sekian kemegahan ruangan itu ada sesuatu yang terlihat ganjil yaitu 25 kursi peserta lelang yang dilapisi kain putih tidak ada satupun perserta lelang yang duduk hingga acara ditutup. “Wah percuma saja acara pelelangan tidak ada peserta lelang, coba kamu duduk situ biar saya foto,” ujar salah satu wartawan foto kepada temannya saat mengungkapkan kekesalan.
Acara lelang pertama dibuka sekaligus ditutup oleh pembacaan laporan lelang oleh Ira Ningsih, Pejabat Lelang Kelas I Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta III. “Karena tidak ada penawaran lelang, maka lelang ini saya tutup,” katanya sambil mengetuk palu. Fadel yang juga Ketua Panitia Nasional yang bertanggung jawab akan proses lelang tersebut mengemukakan tidak adanya peserta karena waktu sosialisasi yang sangat kurang.
“Panitia nasional mengakui bahwa waktu yang diberikan sangatlah kurang yaitu enam hari,” katanya dalam acara tersebut.”Kami akan menggelar pertemuan dulu dengan bapak Presiden membahas agenda permasalahan yang ada,” lanjut Fadel. Pernyataan itu juga diperkuat oleh George Gunawan, Ketua Asosiasi Balai Lelalang Indonesia. “Di luar negeri lelang laku dan tidak laku itu sudah biasa tapi persiapan mereka dari satu tahun sebelumnya,” katanya.
Larangan lelang Unesco
Tak ada masalah terhadap rencana lelang hasil penggalian arkeologi di bawah air (harta karun), karena dilihat dari aturan yang sudah disepakati, tak ada poin-poin yang dilanggar. Lagi pula, sudah ada panitia nasional yang melibatkan pihak terkait seperti Kementerian Perikanan dan Kelautan, Kementerian Pendidikan, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, dan Kemenertian Keuangan.Hal itu dikemukakan arkeolog maritim dari Universitas Indonesia Heriyanti, menjawab Kompas, menanggapi larangan dari UNESCO. “Semua sudah sesuai prosedur yang berlaku. Dilihat dari aturan yang sudah disepakati, tidak ada masalah. Investor sudah begitu banyak investasi, tentu berharap meraih keuntungan. Untuk itu uang negara tak keluar seperser pun, malah kalau terjual 50 persen masuk ke kas negara,” kata Heriyanti, Jumat (16/4/2010) malam.
Heriyanti menjelaskan, sebelum proses lelang, pihak investor telah memberikan sampel terbaik ke berbagai perguruan tinggi untuk pembelajaran. Yang diambil perguruan tinggi dari hasil temuan harta karun dasar laut itu adalah kualitas artefak, bukan kuantitas. “Untuk penggudangan sebanyak ratusan ribu artefak, Indonesia tak akan mampu. Kalau itu disimpan semua dan tidak dilelang, untuk apa? Karena untuk menyimpan benda-benda arkeologi itu butuh gudang penyimpanan yang relatif besar, disimpan terus-menerus, apa Pemerintah mampu? Untuk kepentingan museum bukan kuantitas, tapi kualitas,” tandasnya. Tentang larangan lelang oleh UNESCO, demikian arkeolog Heriyanti, UNESCO bisa saja melarang. Akan tetapi, Indonesia tidak gegabah dalam hal ini. Indonesia bukanlah neraga yang ikut meratifikasi konvensi Penggalian Peninggalan. Karena itu, Indonesia boleh saja melelang benda-benda arkeologi bawah air.
Sulitnya Melacak harta Karun
Menemukan lima situs kapal kuno yang karam di sekitar perairan Karimunjawa, Jawa Tengah, bukanlah perkara mudah. Maklum, barang yang ditemukan relatif kecil jika dibandingkan luas dan dalamnya lautan. Selain itu, teknologi yang digunakan pun masih sangat terbatas. Masih ada ratusan kapal kuno lainnya yang diperkirakan karam di sekitar perairan Indonesia. Kapal-kapal kuno itu karam sejak zaman Kerajaan Sriwijaya (abad VII) hingga Dinasti Song (abad X–XIII). Untuk melacak kapal-kapal karam itu, Indonesia hanya punya satu unit alat magnetometer AX2000. Itu pun hasil pemberian asing yang telah bekerja sama dengan Indonesia untuk melakukan survei sejak tahun 2009. ”Walaupun bukan tipe yang terbaru, dengan bantuan magnetometer AX2000 itu kami sudah sangat terbantu,” kata Gunawan, Kepala Subdit Eksplorasi Direktorat Jenderal Arkeologi Bawah Air Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Senin (26/4) di Jakarta. ”Peralatan lain, seperti Global Positioning System (GPS)-Map juga punya satu,” katanya.Kalau peralatan sudah minim, jangan tanya soal kapal atau perahu yang khusus untuk survei. Jawabannya, tidak ada. Setiap kali kegiatan harus menyewa kapal atau perahu. Belum lagi bicara soal sumber daya manusia di bidang arkeologi bawah air yang terbatas, yang hanya memiliki dua penyelam andal untuk kedalaman sekitar 50 meter. Ditambah lagi, kerja penuh risiko itu juga tak ada asuransinya.
Begitu menyedihkan dan betapa bangsa ini belum menunjukkan kepedulian dengan arkeologi bawah air. Berdasarkan berbagai dokumen sejarah, di laut Indonesia yang luasnya sekitar 5,8 juta kilometer persegi terdapat sekitar 500 titik lokasi kapal kuno yang karam sekitar tahun 1508-1878.
Sementara dari informasi sejarawan China menyebutkan, dari abad X sampai XX, sekitar 30.000 kapal China yang berlayar ke wilayah Indonesia tidak kembali. Itu baru kapal China. Belum lagi kapal-kapal dagang Belanda (VOC), Inggris, Portugis dan Spanyol, yang tentu tak terhitung jumlahnya, karam mulai dari perairan Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, hingga bagian timur Indonesia, yang sejak zaman dulu menjadi daerah lalu lintas kapal yang ramai. Menurut Direktur Peninggalan Arkeologi Bawah Air Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Surya Helmi, peninggalan arkeologi bawah air yang ditemukan di dasar laut merupakan sumber daya budaya maritim yang penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan, sejarah, dan kebudayaan sehingga keberadaannya dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
Teknologi untuk survei
Potensi situs yang sangat banyak, sedangkan pengawasan lemah di lautan yang sangat luas, menyebabkan kasus-kasus pencurian benda cagar budaya (BCB) bawah air marak sejak tahun 1980-an. Yang paling menghebohkan adalah kasus di sekitar Karang Heliputan, Provinsi Riau. Tahun 1989, Michael Hatchar, arkeolog maritim asal Australia, melakukan pengangkatan BCB secara ilegal. Dari kapal Geldernmaisen yang digunakan untuk mengangkat BCB di bawah air tersebut, disita 140.000 keramik dan 225 logam mulia peninggalan Dinasti Ching dari abad 18-19 Masehi. Meskipun demikian, Hatcher berhasil melelang BCB temuannya di balai lelang Belanda Christie senilai 15 juta dollar AS atau sekitar Rp 135 miliar setara uang rupiah saat ini. Bukan itu saja, pada 1999 di Batu Hitam, Bangka Belitung, sebuah perusahaan asing mengambil ratusan emas batangan dan 60.000 porselen China dari Dinasti Tang yang dilelang senilai 40 juta dollar AS. Tidak diketahui kasus-kasus pencurian lainnya yang luput dari perhatian.
Cara melacak
Untuk melacak keberadaan kapal karam didahului dengan studi literatur, informasi dari nelayan atau penduduk setempat, dan orang yang mengetahui. Menurut Gunawan, sesudah itu ditentukan areal survei dalam peta kerja. Kapal dengan menggunakan magnetometer, side scan sonar, deteksi logam, dan GPS Pam Sounder, berkeliling membuat jalur magnetometer. ”Magnetometer yang ditarik kapal berkecepatan 3,5 knot/jam melayang sekitar 7-8 meter dari dasar lautan. Magnetometer bisa mendeteksi keberadaan besi atau logam lain meskipun tertimbun lumpur atau ditutupi karang lebih dari satu meter,” ujarnya.
Jika menemukan timbunan logam, magnetometer memantulkan sinyal yang kemudian ditangkap pada layar komputer di atas kapal. Sinyal ini diubah dalam bentuk tiga dimensi, sehingga petugas di atas kapal bisa memastikan barang yang teridentifikasi di dalam laut tersebut kapal atau bukan. ”Jika diduga kapal, selanjutnya dilakukan penyelaman untuk memastikan muatannya,” kata Gunawan. Kelihatannya sederhana. Namun, tidak gampang melakukannya karena luasnya wilayah lautan Indonesia.